Merapi 5 Tahun Lalu bag 2

23.15.00 jino jiwan 0 Comments

Siapa yang menyangka Merapi mampu segarang ini? Di hari pertamanya saja Mbah Maridjan direnggutnya. Siapa pula yang salah jika bencana alam menimpa? Alamkah? Tuhankah? Atau manusianya? Manusia “modern” hari ini nyatanya mengalami keterputusan dengan sejarah alamnya sendiri. Mengira teknologi murahan bisa melampaui alam. Yang kubicarakan adalah tivi dan semua tayangannya yang sok mau peduli padahal menjadikan kesusahan orang lain tak lebih sebagai pajangan berulang-ulang demi bisa dijual, dijual supaya banyak orang menontonnya, supaya banyak iklan yang masuk dalam lingkaran “breaking news” tanpa akhir. Di saat berita-berita di tivi tidak dapat diandalkan, tidak bisa dipercaya, dan tak lebih dari cerita sensasional, orang biasa hanya bisa percaya pada nalurinya. Naluri untuk hidup.

30 Oktober 2010 (Sabtu)
Dini hari jam setengah 3 aku terbangun. Agak blank, efek dari tidur yang gak dimaksudkan tidur alias ketiduran. Lampu menyala di ruang tengah. Bapak Ibu pakai masker memantau layar tivi. Aroma belerang kencang berembus, mungkin karena bau ini aku terbangun. Tetangga-tetangga pada terjaga. Mereka sudah bersiap mengungsi jika keadaan kian gawat. Mas Mar, tetangga kami yang juga masih saudara datang ngajak ngungsi ke tempat Bude Nah di daerah Sedan. Aku pun siap-siap juga, baju, charger hape dan kamera semua masuk tas. Siap untuk berangkat.

Merapi erupsi lagi jam 00.12-00.30 tadi. Repoter Metro Tv, Lalita yang berjilbab itu menceritakan bagaimana tangannya melepuh sesudah memegang ‘tepung’ abu gunung. BPPTK memperkirakan jarak luncuran awan panas dapat mencapai 10 km. Itu jarak yang cukup jauh. Artinya akan ada lebih banyak korban.

Ibu bilang abu di luar tebal. Aku lihat ke belakang rumah, hujan abu masih turun, abu putih kecoklatan terlihat menumpuk kira-kira 0,5-1 cm. Belum pernah sebelumnya seperti ini. Iseng aku menyendoki abu Merapi di pekarangan, menyimpannya dalam kantong plastik untuk kenang-kenangan.

Abu Merapi bisa juga untuk narsis (30 Oktober 2010)
Hari itu kami tidak jadi ngungsi. Keadaan masih bisa dibilang normal.

Setelah matahari muncul warna putih kecoklatan terlihat bertebaran di mana-mana di sekitar rumah dan masjid dekat rumah. Abu menutupi hampir semua dedaunan yang ada. Ketika angin bertiup abu itu akan terbang tak karuan. Pakai masker jadi wajib hukumnya. Merapi di utara sana tidak tampak sedikitpun. Langit pun hanya putih semi kelabu, tapi itu bukan jenis mendung yang menyimpan hujan.

Mbah Dasih tetangga desa menyebrangi abu (30 Oktober 2010)
Dengan motor aku “jalan-jalan” mengitari Pakem lalu ambil ke barat kemudian ke selatan ke jalan Palagan Tentara Pelajar mengamati separah apa hujan abu yang terjadi. Jalanan memutih dengan hanya menyisakan sedikit yang tidak tertutup abu. Ingin aku mengambil gambar tapi aku masih sayang kameraku. Aku tak mau kameraku kemasukan partikel abu yang bisa saja merusak lensa atau bagian dalamnya.

Di jalan ada warga yang mengalirkan air dari sungai kecil ke jalan. Mereka bergotong royong membersihkan tumpukan abu dari jalan. Biasanya hujanlah yang melakukan pekerjaan ini, tapi ia tidak turun hari itu.

Kendaraan yang melintas (terutama truk) membuat abu berlarian tapi sekaligus menyibak jalan aspal dari abu. Setiap kali ada truk lewat aku akan pelan-pelan dan menepi. Untungnya aku pakai masker tiga lapis. Masker ini pada awalnya cukup membantu namun hanya 30-an menit naik motor aku sudah mulai agak puyeng. Tak tahu pasti apa penyebabnya, kurasa itu karena saking banyaknya abu yang terhampar. Belum lagi mata ini sering kelilipan biarpun sudah pakai helm berkaca. Suasana parah dan udara yang panas memaksaku balik pulang.

Erupsi Merapi tanggal 1 November 2010. Foto diambil dari sebelah rumahku
3 November 2010 (Rabu)
Kerjaan Kritik DKV selesai jelang maghrib, pas berita Merapi sedang heboh-hebohnya. Radius daerah bahaya diperluas jadi 15 km dari puncak gunung setelah sebelumnya 10 km.

4 November 2010 (Kamis)
Sore itu jam 4 suara gemuruh “glodak-glodak” terdengar dari arah utara. Mirip suara petir tapi terus menerus dan makin lama makin santer. Aku tidak tahu suara apa itu. Aku menyimpulkan itu suara banjir lahar dingin yang sangat dahsyat melewati beberapa kali yang berhulu di Merapi. Mungkin banjir ini membawa batu-batu besar yang saling bertumbukan sehingga menimbulkan seperti itu.

Sekali lagi kami bersiap mengungsi. Kembali aku berkemas, memasukkan baju dan segala sesuatu ke dalam tas. Jantungku berdegup kencang. Tentu saja aku takut kalau banjir lahar dingin sampai menjebol beteng (tanggul) yang membentengi dusun dari kali Boyong. Aku ikut termakan cemasnya Ibu hari itu. Seorang teman adikku yang tinggal di kota sempat menanyakan “suara apa itu dari atas sana?” (rupanya suara “glodak-glodak” tadi terdengar hingga kota). Dan tak seorang pun yang tahu pasti itu suara apa.

Toh, setelah kami melihat sendiri keadaan dam di utara dusun dan jembatan di selatan dusun tidak tampak banjir lahar yang besar. Banjirnya masih kategori biasa belum sedahsyat tahun 1997. Jadi kami bisa tenang untuk malam itu. Setidaknya sampai mendengar rumor jembatan di Pulowatu (sebuah desa di utara) hancur akibat banjir lahar.

Malam itu listrik menyala setelah sempat padam dari sore. Kami duduk di depan tivi, berpindah dari Metro ke TvOne dari TvOne ke Metro tapi tak mendengar berita yang berarti. Tak ada berita tentang jembatan yang ambrol.
...

Esoknya, dini hari tanggal 5 November erupsi terbesar terjadi.

0 komentar:

Merapi 5 Tahun Lalu

03.03.00 jino jiwan 0 Comments

Dua kali warga Jogja dikejutkan. Tahun 2006 oleh gempa bumi dari arah selatan dan tahun 2010 oleh letusan gunung Merapi dari arah utara. Jogja yang nampaknya damai-damai saja dan selama ini selalu dijual seperti itu nyatanya dikepung oleh kuasa alam yang lebih dahsyat dari kemampuan manusia. Padahal yang namanya bencana alam datangnya tidak pernah ujug-ujug. Bencana alam selalu berulang dan terus berulang dalam rentang waktu tertentu. Mungkin biar manusia tidak meremehkan apa yang sekilas kelihatan jinak. Mungkin biar manusia tidak melupakan, bagaimana dulu mereka bisa tetap hidup dan ada hingga hari ini salah satu di antaranya karena sudah melewati hal yang sama, bencana yang sama.


Berikut adalah catatan harianku dari tahun 2010 selama masa-masa krisis Merapi yang kuketik ulang (dengan singkat) buat sekedar pengingat paling tidak buatku pribadi. Rumah keluargaku yang terhitung berada dalam jarak tidak aman di sebuah dusun di tepi kali yang berhulu di Merapi memaksa keluargaku mengungsi selama belasan hari. Tahun 2010 adalah tahun yang padat peristiwa. Musim hujan Oktober 2010 mengalirkan kemuraman, sepakbola Indonesia tengah menghadapi dua liga (LPI dan LSI), Jakarta sibuk dengan banjirnya, Mentawai diterjang tsunami, dan aku baru setahun di ISI Yogyakarta (yang sedang dies natalis) menjalani status sebagai mahasiswa dengan tanggungan tugas yang gila-gilaan.

25 Oktober 2010 (Senin)
Sore itu aku nggarap kerjaan kelompok Sosiologi Desain “Gaya Hidup Guru” di kosan Tjep. Yang kerja hanya aku dan Yanto yang ternyata berbakat membual dengan banjiran kata-kata yang dia ketik secara semena-mena (aku bilang dia pasti dapat 9 untuk pelajaran Bahasa Indonesia, mungkin itu sebab dia akan memilih jalur skripsi untuk lulus dari ISI), sementara Tjep dan Kelik cuma setor muka dan tidur.

Mas Tardai, office assitant tempat aku dulu kerja di KF ngirim sms kabar-kabaran. Dia bilang banjir Jakarta memang sekronis di tivi, kantor baru kembali merayakan ultah Pak Bos dengan traktiran Bakmi GM, dan Mbak Sus, sekretaris kantor akan menikah Desember nanti. Wah, selamat!

Sampai rumah aku baru tahu dari Bapak situasi terbaru Merapi yang sekarang berstatus “AWAS.” That means it’s about to explode. Tadi siang kata Bapak, di Pakem berjubelan awak-awak tivi nasional: Indosiar, Trans, TvOne, Metro, dll...Mereka berlomba cari berita, kurasa dengan sedikit berharap sesuatu yang buruk terjadi. Supaya bisa menjadi yang pertama menyiarkan berita (yang buruk). Btw, Metro Tv menayangkan berita bahwa Merapi kali ini mungkin akan meletus secara eksplosif alias tidak hanya melelerkan lahar dan wedhus gembel. Aku tidak yakin dengan berita ini. Setahuku Merapi bukan tipe gunung yang eksplosif. Merapi punya tipe letusan yang spesial, setidaknya itu kata para ahli pergunungan.

26 Oktober 2010 (Selasa)
Sore tadi Merapi meletus. Itu letusan pertama sejak 2006. Berita di tivi bilang letusannya terjadi jam 5 sore sebanyak tiga kali. Seluruh tivi berbarengan menayangkan Merapi. Berita di tivi tetap mengatakan bahwa itu adalah letusan eksplosif, meski kepala BPPTK meragukan kemungkinan itu. Tayangan memperlihatkan abu gunung bertebaran di jaket dan rambut reporter dan juga di motor/mobil yang lalu lalang di jalan Kaliurang.

Ibu cemas banget,bahkan ngajak ngungsi ke Bude Rin (kakak kandung Ibu yang tinggal di Godean). Apalagi Bapak belum pulang dari berburu sapi (untuk Idul Adha) di Magelang bareng Ustad Wid. Telepon ke nomor Bapak dan sebaliknya berkali-kali putus. Langit dipenuhi tidak saja oleh abu gunung tapi sambungan telepon yang bersilangan. Semua orang pasti panik ingin tahu kabar keluarganya.

Malamnya TvOne merilis foto letusan yang diklaim sebagai foto amatir diambil jam 16.55! Aneh, sore tadi gelap. Hujan rintik-rintik dan cukup deras di Jakal. Siang tadi pas pulang dari kampus Merapi cuma kelihatan sedikit di sisi timur bawah (dekat Plawangan). Dari mana TvOne dapat foto itu?

Dan, di mana Mbah Maridjan? Tadi pagi aku masih nonton wajahnya yang tidak mau disorot kamera Trans7. Tetangga Mbah Maridjan yang juga anak buahnya di kirim ke RS Ghrasia gara-gara kena wedhus gembel dengan luka bakar 75 %.

Erupsi 2010 menyisakan rekahan besar. Foto diambil 1 bulan kemudian (29 November 2010)
29 Oktober 2010 (Jumat)
Empat hari Merapi meletus kini giliran Krakatau, Slamet, dan Papandayan ikutan menggeliat berkegiatan. Merapi kerap disebut sebagai panglimanya gunung di Jawa. Kalau dia meradang yang lain ikutan juga. Pujian yang berlebihan dan tidak layak dibanggakan.

Ibu bilang kalau bukan orang baik gak akan orang mati bisa dalam posisi sujud. Iya, yang kumaksud adalah Mbah Maridjan yang ditemukan meninggal dalam posisi sujud (sekalipun di kamar mandi). Dia jadi korban pada erupsi pertama Selasa lalu bersama 35 orang lainnya. Rumor yang beredar mengenai dia selamat berakhir sudah.  Berita menunjukkan Kinahrejo luluh lantak. Sejauh mata hanya pemandangan abu-abu dengan debu vulkanik dimana-mana.

Aku tidak ambil peduli soal kemana arah hadap sujud dan di mana jasad Mbah Maridjan ditemukan. Mati dalam keadaan sujud itu tidak mungkin terjadi kalau tubuh orang itu diterjang awan panas. Lihat saja foto-foto korban Merapi lain. Mereka tampaknya mati dengan penuh rasa sakit. Dengan begitu hanya ada satu penjelasan masuk akal kenapa jasad Mbah Maridjan bisa dalam sikap sujud. Itu karena dia sudah meninggal duluan sebelum awan panasnya lewat.  

Yang kudengar Mbah Maridjan kesal dengan wartawan yang suka lebay. Makanya dia menolak diambil gambarnya. Dia juga menolak mengungsi di saat terakhir karena mengaku Merapi adalah rumahnya apapun yang terjadi. Mbah Maridjan sudah meminta warga mengungsi tapi ternyata banyak yang terlambat bereaksi karena yakin Merapi tidak akan mengamuk seperti 2006 lalu saat Kinahrejo baik-baik saja. Besar kemungkinan karena 2006 inilah dia jadi lebih dipercaya sebagai “orang ampuh” oleh warga sekitar. Maridjan tidak turun berarti tidak apa-apa. Makanya petang tanggal 26 itu ada saja yang tidak mengungsi biarpun suara gemuruh terdengar dan bau belerang tajam tercium.

Omong-omong tentang erupsi 2006, ketika itu korbannya ‘hanya’ 2 orang yang salah langkah karena bersembunyi dalam bunker. Bunker yang aneh pula karena tidak berfungsi menahan awan panas. Tahun itu Mbah Maridjan juga menolak mengungsi. Konon dia pernah mengatakan bahwa yang nyuruh itu bukan raja sungguhan. Lalu muncul kata-kata: “sopo sik wani karo Maridjan, sultan wae kalah.” Gara-gara tindakannya Mbah Maridjan malah jadi populer dan ke-roso-annya dipopulerkan iklan KubuBima. Menurut Doni Kesuma (bintang iklan KukuBima) Mbah Maridjan orangnya pendiam, santun, dan sulit diajak turun gunung. Aku sempat salah menyangka Mbah Maridjan kepedean dengan lolosnya dia dari erupsi 2006. Dia melakukan apa yang seharusnya dilakukan, setia kepada sultan (HB IX) dan tugas yang diembankan. Kinahrejo memang rumahnya dan mungkin itu adalah kematian yang dia inginkan, mati di rumahnya.

banjir lahar dingin
Banjir lahar dingin di kali Boyong dekat dusun tempatku tinggal yang jadi tontonan.
...
Hari-hari berikutnya adalah hari-hari yang membingungkan, antara rasa cemas dan rasa yakin bahwa Merapi tidak akan memburuk.

0 komentar:

Bukan Postscript Norak untuk Aul

21.36.00 jino jiwan 5 Comments

Ketikan ini dimaksudkan menelaah kekuatan-kekuatan Aul yang tersimpan di blognya secara eksploitatif serta membahana. Dia termasuk original avengers BBKU phase one dan dia kali ini (atau “kala itu” bila BBKU#2 sudah berlalu) ikut nimbrung kembali dalam BBKU phase two. Signifikansi ketikan ini terletak pada belum adanya ketikan serupa yang membahas topik serupakurasa.

Aul adalah gadis kritis lagi lumayan sadis (jika sedang kritis). Mungkin ini dia raih setelah terbentur berulang kali (mudah-mudahan bukan kepalanya ataupun hatinya, ehm...). Dengan gaya tulisannya yang meletup-letup hangat suam-suam kuku (tapi kuku gajah) dia seolah sedang menggelitikkan jarinya langsung di perut pembaca sehingga membuat pembaca seperti kehilangan pijakan hidup dan akan mengatakan: “terus aku harus bagaimana?.” Tidak perlu bertanya padanya soal konsep sebab konsep sudah menjadi kerudungnya. Alur logika sudah menjadi kesadarannya, lurus bagai shirotol mustakim dengan kejutan di ujungnya. Singkatnya, Aul adalah pribadi yang sangat peduli (jika sedang peduli). Ini tercermin dari tulisannya yang bertunas dari keprihatinan akan keadaan di sekitarnya. Bahkan jika itu adalah situasi yang cukup anti-arus utama untuk dibicarakan oleh seorang gadis sekalipun.

Demikianlah, harapannya semoga ketikan ini dapat memberi manfaat, sumbangsih berarti,  dan kemaslahatan bagi segenap umat KBM. Untuk ke depannya pengetik memohon dengan sangar supaya ketikan ini bisa dikutip sebagai bagian dari TINJUan pustaka dalam penelitian lanjutan mengenai Aul dan kekuatannya. Washalom.

Aul waktu sedang cantik-cantiknya.
JinoJiwan

5 komentar:

Tentang The Egg-nya Andy Weir

19.58.00 jino jiwan 0 Comments

Akhir bulan September 2015 bioskop-bioskop mulai menayangkan film The Martian garapan Ridley Scott yang diangkat dari novel berjudul sama karya Andy Weir. Sebagai penggemar film-film sci-fi aku termasuk terlambat mengetahui tentang film dan juga novelnya. Baru beberapa bulan lalu aku membacanya pada sebuah artikel di blog Universe Today yang memang aku ikuti. Dari artikel tersebut pencarian berkembang. Selain mencari salinan e-book novel The Martian (yang baru kubaca sampai bab 4 karena takut tidak bisa menikmati filmnya) aku menemukan karya lain Andy Weir, berupa cerpen-pendek berjudul The Egg yang bisa dibaca disini. Sebuah cerpen yang (bagiku) sungguh mengejutkan. Jika kamu masih ingat salah satu adegan di film Rush Hour 3 di mana muncul dialog buah tumbukan budaya antara Chris Tucker dengan karakter bernama Yu dan Mi, Si Yu mengucap: He's Mi and I'm Yu”. Kira-kira seperti itulah cerpennya, hanya saja dalam arti harfiah.

Memang sebuah karya dapat dibaca dan diresapi dengan berbeda. Bukan aspek teologi dari cerita The Egg yang mau kuulak-ulik sebab jelas ia bertentangan dengan keyakinan yang kuanut. Untukku pribadi cerpen ini membuatku tidak bisa dan tidak sanggup membenci orang apapun tingkah polah mereka, seberapapun menyebalkan tabiat mereka. Setiap kali aku menyusahkan siapa saja berarti aku menyusahkan diriku, sebaliknya setiap engkau memberi berarti engkau telah memberi untuk dirimu sendiri. Cerpen ini membuatku berusaha untuk tidak mengecewakan orang yang sudah berharap kepadaku, mengingatkanku agar tidak sombong, menyengat hatiku agar tak bergejolak melihat kesengsaraan dan kebahagiaan orang lain. Karena, ya seperti kuketik di atas: “He’s Me and I’m You.”

Tapi paragraf di atas hanya harapanku yang seharusnya diawali dengan kata “semoga dan semoga.” Bagaimanapun dialog antara karakter Benjamin Kapanay dan Danny Archer dalam film Blood Diamond berikut mungkin bisa menggambarkan apa yang kupikirkan tentang Orang pada umumnya.

Benjamin Kapanay: ...would you say that people are mostly good?

Danny Archer: No. I'd say they're just people.

Benjamin Kapanay: Exactly. It is what they do that makes them good or bad... None of us knows whose path will lead us to God.

Orang ya hanya Orang. Tidak wajarlah jika Orang selalu selamanya berperan bagai malaikat, iblis pun dibutuhkan pula supaya hidup ini seru. Lagi pula semuanya hanyalah satu. Barangkali ini yang dimaksud manunggaling kawulo gusti, siapa yang tahu?

0 komentar:

Ungkapan Cinta untuk Mo

23.38.00 jino jiwan 0 Comments

Sudah lama sebenarnya aku ingin mengungkap perasaan ini kepadamu Mo.

Mungkin sekarang waktu yang tepat...mungkin pula bukan. Aku tak peduli lagi. Yang kutahu aku harus mengatakannya sekarang juga.

Biarlah jika mereka menganggapku seorang loser karena hanya berani mengatakan ini via blogku yang sunyi. Tidak kuat lagi rasanya menahan luapan hati ini.

Oh, Mo...
Tubuh mungilmu, wajah bundarmu, kulitmu yang kemerahan. Kau begitu  sempurna. Kau mampu menjaga dirimu dengan baik di balik warna biru keabuan nan indah yang membalut dirimu.

Namun, Mo. Cintaku kepadamu lebih dari sekedar fisik semata.

Memang diriku tidak selalu membutuhkanmu. Tapi akan datang saat-saat aku amat membutuhkan sentuhanmu, dekapanmu, kehangatanmu.

Mo, datanglah. Datanglah Mo di saat yang tepat, sebelum semua terlambat.

Ketika kau merasuk di saat yang tepat, kau menawarkan pertolongan yang tak tergantikan.

Di kala awan gelap menggumpal kepala kau memberiku terang.

Di saat dada ini ditekan beban kau mampu membikin tenang.

Di waktu hati ini muram kau meniupkan tenteram.

Perjalanan kita ke depan masih panjang, Mo. Kuharap engkau selalu ada di sisiku, menemani tiap gilasan roda, tiap hentakan udara, dan tiap alunan gelombang.

Ku tak peduli jika kau dimonopoli oleh Phapros. Masa bodoh dengan merek lain. Aku tak mau coba-coba lagi, Mo. Buat aku kok coba-coba!

Pokoknya I love you, Mo.



Teruntuk AntiMo. Terima kasih atas kebersamaan kita selama ini.

0 komentar: