Jalan Berliku Embung Batara Sriten

13.15.00 jino jiwan 0 Comments

Barangkali salah waktu, awal musim hujan 2015 dipadu dengan topografi Gunung Kidul yang memang keras melengkapi penderitaan motorku dan kedua lengan ini dalam perjuangan menggapai puncak tertinggi kabupaten yang dikenal dengan objek wisata pantainya. Butuh lebih dari pengalaman bermotor demi menaklukkan tanjakan dan turunan: yaitu niat bin tekad. Tapi aku terlalu menyanjung diri bila memanfaatkan kata-kata barusan, lebihlah tepat dikatakan: terlanjur basah kepalang tanggung, this is the point of no return *nyambung gak?*

Tempat wisata yang dituju rombongan kami bernama Embung Batara Sriten. Sebuah embung di Gunung Kidul yang satu paket dengan puncak Tugu Magir dan tergolong masih baru. Rencananya (menurut blog-blog sebelah) tempat ini akan dibangun menjadi kebun buah kelengkeng dan manggis. Gak jelas alasan kenapa mereka memilih manggis. Padahal manggis kan sudah ada ekstraknya ya? Ha ha.

gunung kidul
Embung Batara Sriten
Tidak ada papan penunjuk menuju lokasi dari jalan utama. Jadi dengan bijaknya meski terlambat (setelah yakin bahwa kami sudah kebablasan), kami menanyakan arah dan rute kepada warga sekitar yang bisa ditemui dengan mudah di pinggir jalan. Seharusnya kami mulai mengurangi laju motor begitu melihat deretan bukit di sisi utara jalan yang mengarah ke Nglipar dan lalu Klaten. Patokannya cukup jelas: Kantor Kepala Desa Pilangrejo, tapi rombongan kami melewatkannya. Dari sini tinggal ambil ke utara atau ke kiri kalau dari arah Sambipitu.

nglipar
Kantor Kepala Desa buat patokan
Lembaran petunjuk lokasi yang sudah mulai pudar warnanya baru terpampang di sejumlah titik di jalan masuk kampung. Tujuan pemasangannya seperti memastikan bahwa kami tidak salah ambil jalan (sekaligus meyakinkan pengunjung tidak salah jurusan). Walau sebenarnya papan petunjuk tidak benar-benar dibutuhkan karena kamu toh hanya perlu menduga bahwa jalur yang akan membawamu ke atas adalah hampir selalu jalur yang menanjak.
embung batara sriten
Penunjuk jalan yang nyempil dan mungil
Awalnya jalan aspal terhitung mulus untuk ukuran desa. Tapi setelah melintasi sebuah masjid (Abu Bakar Asy Sidiq). Tiba-tiba jalan terjal meliuk tajam, mendaki, dan menurun, terhampar tanpa ampun sejauh 4 km! Semua ini diperparah dengan selang selingnya jalan corblok yang di banyak titik remuk redam, merekah pecah bersatu dengan batuan runcing dan juga tanah merah lembek. Juga tidak dilupakan bagaimana jalan cukup sempit (hanya seukuran satu mobil), itupun tanpa pagar pembatas dari jurang menganga di satu sisinya. Sesekali kami bersua dengan papan peringatan yang meminta pengendara pindah ke gigi satu dan mengecek kondisi rem (sebuah peringatan yang harusnya direntangkan jauh jauh sebelumnya). Sungguh sebuah kondisi yang sangat tidak beradab lagi tidak berperikemanusiaan (bagi manusia modern yang terbiasa dimanjakan jalan aspal). Pendeknya, esktriiim!

petualangan ekstrim
Jalan corblok yang belum parah banget, buat peringatan apa yang akan menantimu di depan sana
Kemahadahsyatan jalan ini membikin aku terpana ketika tahu bahwa masih ada pemukiman (mungkin perkampungan) di atas sana. Gak kebayang kalau ada warga yang punya urusan gawat darurat (misalnya harus ke rumah sakit segera). Dia harus menerobos jalan yang hancur lebur. Kenyataan macam ini kemungkinan besar berandil pada sikap tangguh warga sana. Dan itu dengan jelas terlihat. Beberapa kali kami berpapasan dengan warga (dan anak SMA) menggilas jalanan nan brutal, meninggalkanku yang terheran-heran sekaligus tersalut-salut. Aku jadi merasa segan mengeluh. Warga desa di sana sudah lama mengalaminya hingga “penderitaan” tidak lagi terasa bagai penderitaan.

Sekedar buat perbandingan, jalan ke Embung Batara Sriten lebih parah daripada ke Embung Nglanggeran. Ketika mengunjungi Embung Nglanggeran di tahun 2014 jalan berbatu-tanah masih lebih lebar dan terasa lebih aman karena kamu cukup berjarak dari tepian jurang. Kira-kira setaralah dengan jalan ke Pantai Timang Gunung Kidul. Aku sendiri ragu bila dalam dua-tiga tahun sudah ada langkah berarti untuk mengubahnya jadi jalan aspal *agak sok tahu sih emang*. Paling pol corblok, itu pun gak akan mencakup seluruhnya dari pucuk bukit hingga bawah.
musim kemarau
Di tepian embung (foto oleh Yant)
Sampai di tujuan badan ini begitu letih, ngilu-ngilu, dan tenaga terkuras. Padahal aku nyetir motor sendirian, gak berboncengan. Apakah semua itu terbayar? Aku berani bilang hell yeash! Pemandangan sekeliling dari embung dan puncak tertinggi Gunung Kidul amat (aku tidak punya kata-kata lain untuk mengungkapnya)...indah...amazing...spektakuler, biarpun agak mendung. Tapi jika boleh memilih aku akan memilih untuk tidak melewati jalan yang gak manusiawi barusan. Kalau punya, datanglah ke embung pakai helikopter saja. Tempat parkirnya tinggal milih, wong cukup sepi.

danau
Embung menghijau
puncak gunung
Pemandangan dari atas, Rawa Jombor Klaten pun terlihat (foto oleh Yant)
Embung Batara Sriten tidak seluas Embung Nglanggeran. Namun itu hanya kesan sekilas karena bentuknya yang agak segitiga. Barangkali dari segi angka luasnya nyaris mendekati. Di rumah aku mengukur panjang dan lebar kedua embung via Google Earth. Panjang Embung Batara Sriten mencapai seratusan meter, sedangkan Embung Nglanggeran sisi terpanjangnya ‘hanya’ sekitar 80 meter. But, size doesn’t matter, right? Karena yang dijual dari kawasan Batara Sriten adalah pemandangan puncak tertinggi Gunung Kidul: Puncak Magir yang... entah kenapa kok ada makamnya dan entah makam siapa pula itu. Jika boleh kukomentari *tentu boleh kan ini blog-ku* itu makam bad ass banget! Lebih mewah, sejuk, dan syahdu, daripada San Sicko Hills di Karawang. Bayangin, dia sendirian menikmati panorama seajaib ini siang-malam.
embung batara sriten
Makam orang hebat
Blog-blog tetangga mengembel-embeli lokasi ini dengan “embung di atas awan” atau semacam itu sehingga awan-awan akan tampak menggantung dari sana. Hm..., jangan percaya! Awan punya ketinggian setidaknya 2000 meter dari tanah. Sementara Puncak Magir hanya 859 meter. Kalau yang dimaksud adalah awan-awan terasa lebih dekatpun sebenarnya tidak juga. Tapi tidak perlu buru-buru kecewa sebab pemandangan dari puncak tertinggi mencapai 360°. Itupun kalau kamu berani menapaki pucuk bukit yang lumayan curam di tengah cuaca suram (Ingat! Aku datang pas awal musim hujan). Tiada pembatas antara kaki dengan jurang jadi lihat-lihat kemana kamu melangkah. Waktu aku mencoba berdiri di tugu mungil saja tubuh ini bergetar, takut bila sampai jatuh bergulung-gulung atau diterbangkan angin. Iya, angin berembus kencang, tambahan lagi badanku kurus.

puncak tertinggi gunung kidul
Tugu di puncak (foto oleh Yant)
embung batara sriten
Pemandangan dari puncak (foto oleh Yant)
Petuah yang bisa kusumbangkan adalah: datanglah ke embung pada akhir musim hujan-jelang musim kemarau. Karena dijamin saat itu adalah saat yang paling tepat. Embungnya pasti akan lebih segar karena penuh terisi air tidak seperti saat kami yang mendatanginya di awal musim hujan, air di embung kelihatan kurang penuh. Musim hujan bukan hanya memperburuk keadaan jalan, mengubah tanah menjadi lumpur kemerahan yang sangat mencintai ban kendaraan, saking lekatnya. Selain itu di awal musim kemarau tetumbuhan juga pasti akan lebih hijau dan pandangan akan bebas dari mendung.

embung batara sriten
Pucuk bukit tertinggi di Gunung Kidul di awal musim hujan: mendung, rumput kering, dan sampah bertebaran
Gunakan motor non matik. Pilihan motor bukan hanya mempermudah saat menanjak tapi juga menurun. Semula aku membayangkan betapa tidak mungkin naik ke sana pakai mobil dan betapa kerasnya kerja seorang sopir mengendali mobil, sehingga membuat mobil tampak bagai kendaraan opsi terakhir, nyatanya toh ada mobil jenis Carry selamat mendarat di puncak. Tapi seprima-primanya pilihan kendaraan dan sejago-jagonya sopir, masih lebih baik jika menanti hingga jalannya sudah beres (dua-tiga tahun lagi?).

Sering orang (sok) bijak mengatakan bahwa hal paling indah bukanlah sampai di tujuan, melainkan perjalanannya itu sendiri, atau kira-kira seperti itu. Menurutku orang ini belum pernah merasakan nyetir sepeda motor ke Embung Batara Sriten atau minimal Pantai Timang, so fak yu!


embung batara sriten
This is a nice place to scream "Fak Yu!" (foto oleh Yant)
(JinoJiwan)

0 komentar:

Dari Kiskendo ke Seplawan

02.50.00 jino jiwan 0 Comments

Awal November 2015 kemarau di Jogja sedang memasuki masa akhir. Rencana dolan ke pantai terpaksa ditunda hingga suasana lebih adem ayem. Tujuan dialihkan ke goa-goa di sisi barat Jogja, dari Kulonprogo hingga Purworejo, dari Kiskendo ke Seplawan. Kali-kali aja dengan menyambanginya aku akan mendapat kesejukan  dalam rupa wangit di tengah temaramnya goa.

Goa Kiskendo dan Seplawan cukup gampang dicapai melalui Godean dari arah Jogja. Tinggal lurus terus mengikuti jalan Godean hingga mentok perempatan. Dari perempatan ambil terus jalan lurus menuju pegunungan Menoreh lalu ikuti petunjuk jalan dan... intuisi. Iya serius, intuisi. Kamu perlu intuisi soalnya mau nanya orang juga gak bisa wong gak banyak orang lalu lalang sepanjang jalan apalagi di hari Minggu. Dulu sewaktu aku mencoba mencari jalan ke kebun teh Nglinggo saja sempat nyasar. Tapi itu lebih akibat kepedean sok tahu jalan (dan) juga karena gak banyak orang untuk ditanyai arah *tetap nyalahin orang lain*. Tidak mengapalah, nyasar adalah bagian dari kehidupan. Di situlah keseruannya!

Meskipun rutenya gampang dan jalannya telah diaspal namun melewatinya tetap saja tidak mudah karena jalurnya bisa dibilang sempit, penuh kelokan tajam, dan tanjakan yang bisa bikin motormu ngeden. Sangat tidak disarankan memakai motor matik berboncengan terutama bagi pengendara yang kurang berpengalaman. Jika di musim kemarau musuhnya adalah debu, kerikil, dan pasir kering di jalan yang kadang dapat merepotkan apalagi kalau ban motormu aus, di musim hujan aku yakin tingkat kelicinan bakal meningkat sehingga kamu perlu waspada. Tangan dan kaki harus tegar menguasai stang dan rem.

Selama perjalanan kamu mungkin bakal sering berhenti seperti yang aku lakukan. Apalagi di musim kemarau Pegunungan Menoreh yang menggersang beralih jadi kuning-coklat. Sungguh sayang jika dilewatkan tanpa difoto.

kemarau
Kemarau di Menoreh (mungkin mengilhami Api di Bukit Menoreh)
Menurut seorang kawan yang pernah berkunjung ke Goa Kiskendo sebelumnya. Pada hari biasa lampu di dalam goa tidak dinyalakan sehingga kalau pengunjung mau masuk goa perlu membawa senter sendiri (itupun jika berani), atau menggunakan jasa pemandu, tentu dengan biaya ekstra (itupun si pemandu juga tidak selalu siap sedia). Maka akan sangat bijak datang ke sana pada akhir pekan. Bukan apa-apa sih, selain karena lampu di dalam goa dinyalakan, alasan lain adalah supaya ada teman sesama pengunjung. Kecuali jika kamu memang berniat mau menyendiri untuk bertapa dalam goa. Aku tidak bercanda ngomongin masalah bertapa ini. Sebab goa ini memang awalnya kerap dipakai bertapa. Hampir setiap sudut dan ujung percabangan goa adalah lokasi untuk semedi. Pengelola bahkan melengkapi setiap titik pertapaan dengan papan nama, karena rupanya setiap titik tersebut punya fungsi masing-masing (kurasa).
Goa Kiskendo, ruang bagian tengah
Kulon Progo
Titik pertapaan dengan nama-namanya
Secara keseluruhan goa ini cukup gelap walaupun sudah ada penerangan. Penyebabnya adalah lampu hanya segelintir dan peletakannya tidak strategis. Lampunya pun hanya lampu biasa yang sering dipakai menerangi rumah, bukan model lampu sorot warna-warni seperti di Jatijajar atau Goa Gong. Kami (aku dan kawan) masuk cuma bermodal sebuah kamera D90 yang sesekali disorotkan menjadi semacam senter. Belum terlalu jauh dari mulut goa, tangga yang menuntun ke dalam perut goa sama sekali tidak terlihat. Kami terpaksa harus meraba-raba pegangan dan anak tangga, maju perlahan-lahan.

Salah satu ujung Goa Kiskendo
Beberapa lampu di ujung goa dibiarkan mati dan belum diganti sehingga gelap total. Mungkin memang disengaja untuk menunjukkan bahwa itu adalah ujung goa, akhir dari langkah dan peringatan agar kami balik badan. Walaupun sebenarnya kamu akan bisa melihat bahwa goa belum berhenti di situ dan masih ada lorong yang mengharuskan orang merangkak jika mau lanjut. Rendahnya langit-langit goa membuat udara bergerak kurang leluasa, sehingga berada di dalamnya terasa agak gerah dan sumpek. Setelah mentok di setiap ujung goa kami keluar meninggalkan Kiskendo menuju Seplawan.

Dari Goa Kiskendo jarak Goa Seplawan masih 8 km. Jarak yang tidak seberapa jauh namun ternyata Seplawan sudah berada di wilayah Purworejo, Jawa Tengah. Jalannya lebih sempit dari arah Godean-Kiskendo. Uniknya jalan menuju ke Goa Seplawan mengarah langsung ke gerbangnya (dengan kata lain ini adalah “jalan buntu”). Tidak perlu khawatir tersesat karena sudah ada papan petunjuk ke arah Seplawan di setiap persimpangan jalan.

Hutan pinus menuju ke Seplawan
Jika ingin berkunjung ke Goa Seplawan sebaiknya tidak di musim hujan. Setidaknya itu yang tertulis pada papan peringatan di luar bahwa di musim hujan air bisa meluap dan kalau sampai meluap pengunjung diminta mencari tempat yang lebih tinggi lalu menunggu bantuan datang. Semula aku tidak mengerti mengapa mesti ada peringatan semacam ini. Aku sama sekali tidak mendapat gambaran seperti apa di dalam goa (dan memang sengaja tidak mencari tahu). Ternyata yang dimaksud air bisa meluap adalah karena goa ini bukan jenis goa yang menyediakan jembatan pun jalur pejalan dari corblok. Bagian dalam goa masih asli dan sepertinya memang sengaja dibiarkan seperti itu. Goa Seplawan adalah sungai bawah tanah dan pengunjung ditawari pengalaman menyusurinya bagai seorang petualang di acara wisata di tivi.

Sungai dalam Goa Seplawan
Bagiku yang masih awam soal per-goaan, Goa Seplawan bisa disebut unik. Batu-batunya coklat kehitaman, bukannya putih. Stalaktit dan stalakmit tidak bertebaran. Malahan goa ini lebih layak disejajarkan dengan kata “terowongan.” Sebuah terowongan yang alamiah tentunya. Di banyak bagian atap goa bisa setinggi bangunan tiga-lima lantai. Aku jadi membayangkan kalau bisa membangun rumah dalam goa akan kubuat macam menara. Dengan begitu rumah itu akan menjadi salah satu rumah terkeren sedunia: menara dalam goa.

Lorong/terowongan Goa Seplawan
Tips susur Goa Seplawan adalah pakailah sandal/sepatu yang memang dirancang untuk susur goa: kedap air dan anti selip. Lantai goa bisa sangat licin akibat endapan lumpur dan karenanya pengunjung disarankan berjalan justru di sungainya, seperti yang dilakukan kebanyakan pengunjung hari itu. Keberadaan air di sungai sekaligus membantu mengurangi selip di kaki (terutama buat yang mengarunginya sambil telanjang kaki). Sayangnya dasar sungai adalah batuan yang lumayan tidak nyaman di telapak kaki (atau boleh dibilang tajam). Makanya itu kamu butuh alas kaki yang mumpuni.

Di musim kemarau air dalam goa cukup dangkal. Air masih di bawah lutut rata-rata orang dewasa. Aku tidak yakin apakah ini berkah atau bikin susah. Sebab andai airnya lebih tinggi sedikit pastinya ia tidak akan sekeruh seperti ketika aku berkunjung ke sana. Kurasa penyebabnya adalah kaki-kaki pengunjung yang tiada henti mengaduk lumpur dari dasar sungai lalu ikut membawanya ke tepian.

Dan, oh hindari pakai rok. Bukan apa-apa sih, kesenengen aja cowok-cowok kalau liat rok diangkat tinggi-tinggi. Jangan lupakan pula senter! Goa ini memang lebih terang dibandingkan Kiskendo namun tetap saja gelap. Lagi pula lebih asyik jika bawa senter sendiri kamu akan bisa memasuki lorong tersembunyi tanpa pemandu. Mungkin malah di lorong tersembunyi inilah hadir wangsit tersembunyi.

Batas wisata: silakan lanjut jika mau bunuh diri.
Foto oleh Yant.
Ketikan oleh JinoJiwan

0 komentar:

Surat Keputusan Pemenang

01.11.00 jino jiwan 0 Comments

SURAT KEPUTUSAN
PENGETIK BEBAS DAN PENINDAS PENSIL
NOMOR 02/11/TAHUN 2015
TENTANG
PENGUMU’AN PEMENANG BULAN BLOGGING KBM UGM FASE 2
ANTARA KE-22 AVENGERS BBKU#2
DENGAN RAHMAT TUHANMU DAN TUHANKU

PEMILIK BLOG BEBASNGETIK DAN JAPIRENSIL

Menimbang:  a. Bahwa sudah menjadi tradisi (seperti biskuit Roma) di antara para avengers BBKU untuk saling memilih pemenang versinya sendiri-sendiri setelah sebulan lebih membuat postingan (bermutu maupun tidak bermutu dan berharap akan di-klik orang) via blognya masing-masing.

b. Bahwa dalam rangka melestarikan keberlanjutan ketahanan batiniah baik rindu, (awalnya) benci, maupun tidak peduli, diperlukan adanya sikap tuding menuding demi mencegah agar tidak ada yang memproklamirkan diri sendiri sebagai pemenang.

Mengingat:   1. Banyaknya tulisan yang harus dibaca. Yakni 22 tulisan dalam semalam yang mana satu tulisan bisa melahap waktu perenungan sekitar 5 menit yang artinya *cek kalkulator* butuh 110 menit per malam, belum lagi menontoni karya sendiri dengan penuh rasa puas dan bangga sekaligus memastikan tidak ada kekeliruan.

2. Banyaknya tanggungan tugas dan kewajiban yang melekat sebagai seorang pekerja proposal seharga 8 juta dan pemelihara ayam.

3. Berkelindannya kontroversi hati dalam menjalankan tugas mulia sebagai buruh Seminar Nasional Refleksi 10 tahun KBM yang membuat Pemilik blog mendadak jadi sok sibuk.

4. Poin satu hingga tiga sebagaimana daripada dimaktubkan di atas berimplikasi pada konsekuensi logis dari tidak mampu dibacanya seluruh tulisan yang disajikan. Sehingga pemantapan pemenang sepenuhnya bergantung pada ilmu kira-kira.

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PARA PEMENANG BBKU FASE 2 SEBAGAI BERIKUT DISERTAI ALASAN YANG TIDAK SEPENUHNYA MENGADA-ADA.

Dalam Surat Keputusasaan Pemenang BBKU fase 2 ini yang dimaksudkan sebagai pemenang adalah sebagai berikut:

9.  Si Hari yang dulu dikenal sebagai sastrawan brilian KBM belakangan sering berperilaku semena-mena dengan postingannya. Membuat para avengers mengklik link-nya dengan segenap kesia-siaan. Atas kelakuannya ini Pemilik blog menjatuhkan vonis kepadanya sebagai juara garapan 5 tanpa tanda jasa menyertainya.

8. Wafiq dan ModdieKubik ditetapkan sebagai juara harapan 3++ (4 adalah angka sial), mereka dipilih karena... daripada tidak sama sekali maka lebih baik iya.

7.  Samid d’Prochnost yang tulisannya sanggup menjaga perputaran Bumi, Ussi Vacilandoh yang sering gogeleran(?) gelogeran(?) gelogeran(?) gegoleran(?), Fina si 92 yang bikin penasaran karena tidak segera merampungkan cerbungnya, dan Mak Dhien si petualang desa sebagai juara harapan 3.

6.  Aul si gadiskritis, Trubadur sang penggemar garis, dan Mace si murtadun secara bersamaan ditetapkan sebagai juara harapan 2. Seluruh juara harapan mendapat medali “the php of BBKU” yang cara penyematannya akan langsung ditancapkan ke dada dan akan dibiarkan tetap melekat di situ selama...lamanya. Biskuit Selamat ya! Yang lainnya tidak usahlah menangis karena kalian terhindar dari medali tadi.
Medali the php of BBKU dibuat dari kayu manchineel
5.  Nei, the protector of the blog kepadanya dianugrahkan juara harapan 1 dengan bintang “Mimin of the Month” atas jasanya yang megagigatera. Di tengah kesibukannya memelihara tesis dan mengelus-elus kucing dan menyandarkan kepala di bahu Samid dia masih menyempatkan diri menandaskan apa yang menjadi tugasnya. Dia adalah seorang pengasih(an). Kerap dia mengasih(an)i para avengers BBKU fase 2 sehingga berujung pada menurunnya uang hadiah yang akan diterima pemenang BBKU fase 2 ini. Jadi salahkan dia.
Bintang Mimin of the Month

MENOBATKAN TIGA BESAR BBKU FASE 2

4.  Cerita-cerita Nasa tentang likuliku sejarah hidup dan tips-tips penulisannya amat konsisten lagi penuh semangat membara. Kalau dia cerita tentang dunia malam Pemilik blog jadi ingat zaman-zaman remaja dulu kala mencuri-curi nonton acara-acara model Fenomena. Ini bukan dunia yang ingin dicicipi oleh Pemilik blog (bahkan entah kenapa kok menakutkan) tapi bikin penasaran.

3.  Djarwo layak diperturutkan sebagai kandidat pemenang dengan pertimbangan semata supaya BBKU punya juara bertahan. Jika dia bisa jadi juara bertahan maka dia hanya perlu juara sekali lagi untuk menggenapkan kemenangan tiga kali berturut-turut. Dengan begini dia layak menggondol pulang trofi BBKU (yang belum dibuat).

2.  Mayarani Ilmi akhirnya mengeluarkan jurus yang selama ini dia kuasai lewat jalur Wordpress (mungkin biar ada yang mendermakan komentar, tidak seperti Tumblr yang hanya menang nama-keren itu). Postingannya tentang Cultural Studies maupun yang sekilas sok C.S. menimbulkan rasa curiga jangan-jangan dia tidur berbantal buku. Postingannya memang berbahasa Linggis. Tapi aspek kemanfaatannya terutama bagi mahasiswa yang akan maju tesis membikin dia layak dilibatkan sebagai kandidat.

1.  Pemenang sebetulnya sudah sesuai dengan tata urutan di atas. Nasa juara tiga, Djarwo juara dua, Ilmi juara satu. Kenapa Ilmi juara satu? Alasannya adalah agar dia mau melayani pertanyaan-pertanyaan Pemilik blog terkait tesis via Wordpress-nya nanti jika dibutuhkan (bila dia menolak, maka kemenangannya dibatalkan). Jika Ilmi berhasil menjadi juara umum BBKU fase 2 (most likely not), Pemilik blog berharap agar uang hadiah bisa dikirim ke Southeros via wesel pos dengan ongkos yang mungkin bakal menghabiskan separuh uang hadiah tersebut. Uang itu mungkin bisa dibelikan tempe. Biar dia bisa pamer makanan yang lebih agak genah di Tumblr-nya.
Goldeny, silvery, bronzy award


Ditetapkan di Rumah
Pada November 2015


PENGETIK BEBASNGETIK DAN
PENINDAS JAPIRENSIL

Salinan sesuai dengan aslinya
The Head of House of Kiap












Decolit*, SU*.
....................................................................................
* Decolit son of Kiap adalah ayam jago keturunan Kiap the grandpa.

* SU bukan gelar ataupun rating tayangan tv, itu pisuhan.

0 komentar:

Monster Chef

01.31.00 jino jiwan 0 Comments

Pada suatu petang yang nahas tersiarlah sebuah acara pembantaian mental paling mengenaskan sepanjang sejarah penayangan tv: Monster Chef! Di acara ini kamu yang sebetulnya menggoreng telur saja masih sering kecampuran serpihan cangkang (mana cangkang telur cecak lagi!), bolehlah bermimpi menjadi peserta dalam kompetisi masak-memasak paling akbar senegeri ini. Maka begitulah kamu yang entah siapa yang cukup sinting waktu mengaudisimu malah menyertakanmu jadi kontestan. Kontestan putaran final pula!

being a dick
monster (dick head) chef
Di panggung final kakimu berderak saat lampu berkilat-kilat menyilaukan nyalimu. Asap putih tanpa aroma membanjiri lantai. Pintu besar di salah satu sudut arena terangkat perlahan. Musik khas penggetar kuku melengking menembus kuping. Wajahmu kian tertekan degup jantung tak karuan. Muncul tiga makhluk dari balik pintu, sosok siluet yang terlihat amat atos banget. Mereka adalah para juri alias para pembantai di pentas masak ini.

Makhluk-makhluk itu adalah: pertama, seorang juri wanita yang sebenarnya hanya seorang tukang cuci sayur di sebuah hotel kelas melati, bernama Marinkatrok. Karena ia dipaksa jadi juri oleh produser—yang mana ia sendiri memang mengimpikannya—ia menambahkan gelar Chef di depan namanya. Marinkatrok adalah seorang yang tak pernah memakan makanan enak sepanjang nafasnya. Baginya semua makanan terasa bagai lantai kotor. Karena itu ia adalah musuh nomor satu bagimu dan bagi peserta lain. Yang membuat para kontestan mengampuni polah tingkahnya selama ini adalah karena Marinkatrok ini tak lain cukup lumayan imut-imut untuk usianya yang nyaris kepala empat. Pendek badannya hanya seketekmu tapi kamu harus akui bahwa kamu ingin sekali menyandingkan diri di sisi dia.

Juri lainnya adalah seorang koki mi instan di warung burjo pinggir Jalan Kaliurang, bernama Chef Jina. Sebenarnya ia dulu sempat menjadi preman di rumah sakit jiwa dekat rumahmu. Karena itu tak heran jika tangannya dipenuhi tato. Tato yang tulisannya “Tato”. Setelah insyaf, ia memaksakan diri menjadi tukang masak mi instan di sebuah warung burjo. Jika sampai tidak diterima maka dia mengancam akan membuka tiga kancing teratas bajunya. Si pemilik yang tak ingin istrinya kesambet oleh kecemerlangan Jina akhirnya mengizinkan dia bekerja di warung burjo miliknya. Berkat rambut landaknya yang super keren, paha berotot, dan tato bertulis “tato” itu, ia (tidak jelas bagaimana kok) dianggap laki’ paling macho nan seksi sejagad oleh para wanita (dan mungkin oleh para pria juga). Apalagi cara dia sedakep yang terkesan super cool itu. Ooh, wanita mana yang tak akan terpana asmara.

duo juri yang paling layak diwaspadai
Yang terakhir seorang chef setengah uzur dan lemahlunglai yang tidak teramat penting sebetulnya. Karena tidak penting tidak usahlah kiranya ia perlu dibahas di sini. Hanya memubazirkan ketikan dan pikiran saja. Untuk itu kita sebut saja dia “chef gak penting,” atau karanglah namanya sesukamu.

Marinkatrok berdiri paling depan di antara tiga juri, harus begitu sebab jika ia berdiri paling belakang dijamin ia tak akan terlihat. Ia menatap tajam ke semua peserta yang total ada lima orang, terutama kepadamu. Kamu yang tidak pernah dipecicili cewek sebelumnya merasa ge-er luar binasa. Belum apa-apa kamu sudah berfantasi yang iya-iya.

Marinkatrok lalu memberi sambutan pembuka, “Dengar semua, target kita adalah Tama Riyadi..., eh sori salah baca skrip. Ehm..., target kalian adalah memasak makanan teraneh dan ternyentrik selama 1 jam, dihiasi penataan yang butuh menghabiskan waktu hingga setengah jam. Jika kalian gagal...,” Mata Marinkatrok begitu dingin, “...berarti kalian gagal mendapatkan saya!

...egh...sebenarnya bukan itu kata penutup dari Chef Marinkatrok, tapi kamu mendengarnya seperti itu, karena memang dialah yang kamu harapkan jadi hadiah acara Monster Chef ini.

Chef Jina melangkah tegap. Dadanya yang bidang melesak keluar dari layar televisi. Dia menuju ke sebuah meja kecil di tengah arena. Di atasnya tersaji nampan bertutup. Seluruh penonton cewek di studio sontak serentak berteriak histeris dan bola mata mereka terjulur dari kelopaknya  berganti menjadi gambar jantung hati yang berbinar-binar.

Dengan suara laki’nya Chef Jina merapal mantera yang selalu berulang tiap episode: “bahan makanan yang akan kalian masak hari ini adalah..!” tangannya mencengkram tutup nampan di hadapannya. Pegangan nampan itu langsung penyok dalam sekejap. Musik bertalu-talu, kamera berputar-putar macam sinetron mau bersambung menyorot wajah kontestan, juga wajahmu yang masih meneteskan liur gara-gara menyawang Chef Marinkatrok.

Chef Jina mengangkat tutup nampan. Seisi studio terenyak...

Tidak ada apa-apa di baliknya! Rupanya salah satu kru Seksi Urusan Set lupa belanja ke pasar hari itu. Maka seketika itu juga kru set itu ditebas gajinya. Dan harus menjalani hukuman mengepel piring kotor dengan lidahnya selama seminggu.

Acara pun harus break demi menunggu pihak Monster Chef selesai belanja di Indomacet dan Alfakemaruk. Selama itu kamu menghabisi waktu dengan mendalami peran sebagai suaminya Marinkatrok, setidaknya dalam kepalamu saja. Dan untungnya Marinkatrok tidak pergi kemana-mana selain duduk di depanmu dengan mengangkang di atas bangku jenjang memajang apapun yang tampak di selangkangan. Wuii, kalimat barusan rimanya -ang -ang! Ups, sepertinya ada yang tegang. Dan bukan kebetulan pula Marinkatrok sedikit membuka mulutnya. Bibirnya yang tebal nampak kian sensual seiring lidahnya yang menjalar-jalar. Kamu pun merasakan ada sesuatu yang melar.

Begitulah, dua setengah jam telah berlalu. Produser acara yang sedari tadi mandi keringat kerepotan mengarahkan telunjuknya agar para kru segera menempati posnya masing-masing. Syuting akan dimulai kembali sesaat lagi. Para kru tersruntul-sruntul riuh saling bertumbukan membawa bahan makanan ke dalam panggung studio. Bahan makanan rahasia itu lalu disembunyikan di bawah nampan yang sudah diganti gara-gara tutup nampan yang tadi sudah rusak kena cengkeraman maskulinitas Chef Jina.

Kali ini giliran Chef Gak Penting yang diberi kesempatan untuk membuka tutup nampan. Bukan gimana-gimana, soalnya Chef Jina sedang entah di mana. Mungkin sedang di toilet dengan sekaleng pomade untuk...menata rambutnya biar tetap licin.

what's underneath?
Sebetulnya Chef Gak Penting ingin sekali nampang. Maklumlah selama ini dia jarang disorot kamera. Dia ingin istrinya (iya, sulit dipercaya ada yang mau jadi istrinya) menonton suaminya di tivi. Sehingga dia sengaja berlama-lama mengangkat tutup nampan. Tanpa efek slow motion pun Chef Gak Penting sudah melakukannya dalam gerakan slowest motion. Sayang, produser harus nurut prosedur. Jadi yang disorot hanya tangan si Chef Gak Penting bukan mukanya. Ah, kejam dunia ini!
Nampan pun terangkat! Dan bahan rahasia yang tidak lagi rahasia itu adalah....

Kamu pun terbangun. Suara seorang wanita meledak membuatmu melek. Itu suara istrimu,...oh bukan. Sejak kapan kamu menikah? Pacar aja gak punya kok. Itu suara simbokmu! Kamu kan belum beristri dan masih tinggal bersama simbok. Sayur gori yang kamu godog gosong dan menyiarkan aroma kepahitan ke seluruh rumah.
...

Sori, ceritanya mengecewakan ya? Tapi memang begitulah hidup, gemar mengecewakan Biasakanlah mulai sekarang!

Jino Jiwan

Btw, aku membuat versi komik dari cerita aneh ini lengkap dengan twist ending. Kapan-kapan kuungah di blog Japirensil.

0 komentar: