Azrax 2, Menggilas Sindikat Judi Bola bagian 2

01.39.00 jino jiwan 0 Comments

lanjutan dari BAGIAN 1

Azrax dan Bang Hadji menyadari ulah mereka yang memancing perhatian penghuni gedung. Mereka seketika berhenti. Sungguh suatu situasi yang amat kikuk.

“Kenapa berhenti? Teruskan!” sahut manusia Namec.

“Aku pasang 5000 untuk yang berkuncir!” salah satu makhluk E.T. berucap.

“Aku pasang 7500 untuk yang bulu dadanya lebat itu.” Kata makhluk Asari.

"Rrrrrrkkkkkk..." kata Predator. (subtitle warna putih: 6000 aja untuk yang berkuncir).

"Wiiiizzzzz..." kata Alien. (subtitle warna kuning: 6000 juga untuk yang berbulu dada lebat itu). 

Disusul suara-suara lain, riuh memasang taruhan berikut harganya masing-masing yang entah dalam mata uang apa. Sorak sorai kian menggema demi agar Azrax dan Bang Haji kembali bertarung.

Bang Haji dengan nada lirih membisik, “Dik Azrax, baiknya kita harus lupakan dulu permasalahan kita. Ada yang lebih penting rupanya.”

“Biar kutebak, nama ibu kita sama persis?” desis Azrax.

“Eng…..gak juga.”

“Nama… bapak kita sama…?”

“Tidak, sama sekali tidak!”

“Nama istri kita…ada yang sama?...Tidak yaa? Nama anak kita, mungkin?”

“Sumpah mati aku akan membenamkan hidungmu jika kamu tidak berhenti. Liat sekeliling kita ini!”

Azrax seketika itu paham. Bang Haji dan Azrax kemudian saling merapatkan punggung masing-masing. Tampang keduanya super waspada, tangan mereka mengepal keras.

Okay, I go this way, you go that way.” Kata Azrax.

What dya mean I go that way, you go this way?” timpal Bang Haji yang ternyata bisa juga berbahasa linggis.

Okay then, I go that way, you go this way.” Keduanya sepakat mupakat.

Azrax melepas ikat kuncirnya. Rambutnya panjang melambai-lambai. Sekali sibak segenap makhluk Klingon terhempas keluar orbit Bumi. Paru-paru mereka meledak di ruang hampa menimbulkan pemandangan langka jika tidak mau disebut belum pernah ada. Para ahli astronomi penjuru Bumi mengira itu semacam anomali di langit, mereka pun kemudian berebut memberi nama.

Sementara itu Bang Haji membuka tiga kancing kemejanya dari atas, tiga puluh butir keringat yang mengalir antara rambut dadanya meluncur membutakan mata ketigapuluh manusia Namec. Azrax menghantam kepala mereka satu-satu dengan lampu taman yang entah dia dapat dari mana. Para Namec itu pun segera tiada tanpa sempat mengucap apa-apa.

Bang Haji Roma memainkan gitarnya yang selama ini dia simpan di balik rimbun rambut dadanya. Hanya beberapa petik nada dangdut berkekuatan 100 decibel mhz sudah cukup membuat Alien juga Predator angkat kaki dan memilih untuk bikin film sendiri di Hollywood.

Azrax kemudian bermunajat. Dari balik tangannya muncul serbuk putih misterius. Ditebarnya serbuk itu secara serampangan, namun tim post-production membuatnya seakan ditebar merata memakai efek yang seperti dikerjakan pakai microsoft paint. Manusia Na’vi gatal-gatal kronis, Asari bersin-bersin sampai butuh tim medis.

Makhluk E.T. sadar mereka tidak mungkin sanggup manahan gempuran kedua manusia pilihan yang sakti ini, sementara para Wookie sadar mereka berada di set film yang salah. Mereka pun segera memesan tiket pulang ke Richard Branson dan Elon Musk.

Kini tinggal seorang tersisa. Itu artinya hanya satu: boss fight melawan Ruhut Towi Sitompul.

“Ruhut Towi, kamu belum kapok juga rupanya. Tidak tahukah kamu judi itu haram!?” bentak Bang Haji sambil mendekat. Azrax turut melangkah perlahan memojokkan Ruhut di sudut ruangan.

“Ahay Daeng, mana mungkin orang seperti aku kapoklah!” Ruhut menukas dengan suara yang agak ditelan. Maklum kan mulutnya tertutup eyepatch, ingat?

Bang Haji Roma menyawang sekitarannya, tidak ada Pak J.K. di situ. “Ruhut Towi, siapa yang kau panggil Daeng? Astaghfirullah, tobatlah! Ajal Demokrat sudah dekat!”

“Ajalmu yang sudah dekat Daeng Roma, lupakan ambisi gilamu jadi presiden. Paling banter kau dapet pesinden!” Ruhut menerkam dengan tameng dan pedang pelepah pisang.

Ternyata Ruhut Towi Sitompul yang Bang Haji hadapi adalah versi upgrade terbaru karena cuma dengan gerakan minimal Ruhut mampu memotong rambut dada Bang Haji Roma hingga seratus helai. Ini saja sanggup mengurangi daya gerak Bang Haji Roma. Rambut dadanya adalah sumber kekuatannya!

“Bang Haji, biar kubantu!” Azrax sigap menahan Bang Haji yang sempoyongan.

“Kita harus bekerja sama, Az!” suara Bang Haji serak.

“Biarpun nama ibu kita tidak sama?” tanya Azrax.

Bang Haji hanya melengos memutar matanya. Seakan mau bilang “not that again.”

“Baik Bang, kita kerja sama.” Jawab Azrax agak terkesiap tapi mantap.

Azrax dan Bang Haji mulai merapal sebuah jurus bersamaan yang membutuhkan durasi 3 menitan sementara Ruhut Towi Sitompul setia menunggu sambil mengembangkan senyum seringai menyebalkan di depan kompor sambil memasak mi instan. Kameramen memainkan kamera dengan menge-zoom-in berkali-kali dan bergantian muka tiga orang ini yang rautnya bagai sedang sembelit tingkat tinggi diiringi efek suara “syuung syuung,” daur ulang dari film silat 1980-an.

Ketiganya maju. Saling menyongsong jurus satu sama lain dengan teriakan. Benturan terjadi di udara, walau terlihat bagai efek murahan sineron Indosiar atau SCTV namun nyatanya Ruhut terkapar di lantai dengan darah hitam segar.

Di saat situasi berpihak pada jagoan kita (kita?) itulah….Tiba-tiba keajaiban terjadi.

Sosok Ruhut Towi yang rebah itu mengepulkan asap pekat. Ketika tersibak nampaklah sosok yang tidak asing lagi, J.co Anwar!

Ternyata J.co Anwar berada di balik semua ini. Mata Azrax nyalang menatap musuh bebututannya. J.co Anwar adalah orang yang sudah mempermalukannya di ajang gulat Najwa Championshop  yang disiarkan tv pemerintah kala itu. Bukan hanya dipermalukan tapi Azrax sudah dikalahkan, dicakar, diiris emosinya, dicincang perasaannya, dibanting hatinya, diinjak mukanya, dibakar rambutnya. Gara-gara J.co Anwar-lah Azrax terpaksa membuka padepokan di sebuah dusun terpencil jauh dari gemerlap dunia dan karena J.co Anwar pula Azrax memanjangkan rambutnya. Tujuannya agar tidak dikenali.

Dipenuhi oleh amarah Azrax siap untuk menyerbu kembali.

“Majulah, maka aku tidak akan segan melenyapkan dia.” J.co Anwar menampilkan foto seorang perempuan setengah uzur dari layar smartphonenya.

Azrax terkesiap, itu adalah perempuan yang dikenalnya dengan baik, itu tak lain Reva Artamezia! Kekasih hatinya.

“Hah hah hah hah hah.” J.co Anwar tertawa bahagia. Terbayang sudah kemenangannya lagi di depan mata. “jika kau ingin dia selamat, datanglah!”

J.co Anwar menekan sebuah tombol di dinding. Sebuah pintu berbingkai sinar biru ke dimensi lain membuka. Sekelebat saja J.co Anwar sudah berada di seberang.

“Bang Haji, aku akan mengejarnya demi menyelamatkan Reva Artamezia kekasihku.” Azrax berdiri di ambang pintu tembus dimensi itu.

“Aku akan ikut membantumu, Azrax. Selama ada kebatilan di muka Bumi, aku tidak akan tinggal diam.” Jawab Bang Haji.

“Baik Bang.” Azrax menanggapi, “…sepertinya memang tidak butuh nama ibu yang sama buat kita untuk saling bahu membahu!”

“…”

.........................................................

Berhasilkah Azrax yang dibantu Bang Haji Roma membebaskan Reva Artamezia dan membasmi J.co Anwar yang keji?

Semua akan terjawab di kisah Azrax 3: Mengejar J.co Anwar ke Ujung Bumi

0 komentar:

Azrax 2, Menggilas Sindikat Judi Bola

23.50.00 jino jiwan 1 Comments

Suara azan Maghrib bergaung-gaung. Kita melihat Azrax, lakon utama paling utama dari cerita ini duduk bersila menunduk dalam temaram lampu 3 watt. Rupanya dia baru saja sadar dari pingsannya. Dia tidak yakin berapa lama dia pingsan, tapi sepertinya tidak cukup lama, paling cuma sepuluh detik.

Pandangannya menyapu sekeliling. Sebuah kamar mungil-lusuh-buram-pengap. Yah, kalian nangkaplah gambaran yang dimaksud. Tengkuknya terasa ngilu, namun ketika hendak meraba belakang kepala dia sadar bahwa kedua pergelangannya terkunci borgol.

Azrax mencoba mengingat apa yang terjadi. Oh iya, hanya sepintas detik lalu dia tengah menyelidiki markas bandar judi bola di suatu gang kecil nan kumuh dekat padepokan pimpinannya. Markas judi bola yang amat sangat meresahkan masyarakat. Istri-istri sekampung pada melapor kepadanya perihal suami mereka yang tidak lagi memberi nafkah karena duitnya habis di meja judi. Tergerak oleh laporan tersebut, dia mendatangi gedung yang disangkai sebagai markas judi, tapi begitu mengetuk pintu dan menyapa “samporasun,” seseorang dari belakang membogem kuncir rambut Azrax. Dia pun pingsan dengan sukses.

Kini mata Azrax memejam, dia menarik nafas, berkonsentrasi untuk melakukan hal terhebat yang belum pernah kau bayangkan. Borgol yang mengunci pergelangan tangannya bergetar. Seiring mulutnya yang komat-kamit, pundaknya naik turun. Musik kian tegang. Degub jantung berdentang. Mata Azrax membelalak dan memelototi borgol itu. Borgol itu langsung ketakutan dan memutuskan untuk melepaskan diri dari Azrax.

Azrax menoleh ke samping membelakangi pintu kamar. Kupingnya berdenyut. Dia bisa mendengar ada dua orang mendekat...sayup-sayup dia mendengar suara dari lorong di luar kamar...

“Bos bilang orang itu harus dibawa menghadap,” kata suara penjahat #1.

“Ya, kita kudu waspada. Kata Bos dia dulu menghancurkan geng Kobra,” jawab suara penjahat #2.

Geng Kobra dari Hongkong?!” (dengan nada “dari Hongkong” seperti yang sudah biasa kamu dengar).

“Memang iya.”

“Oh,...itu artinya...”

Begitu mereka membuka pintu, dua orang yang mukanya garang dan penuh kekejaman itu langsung kaku saat Azrax menyerbu. Azrax melempar borgol ke arah Penjahat #1. Borgol itu mengikat tangan Penjahat #1 secara otomatis. Azrax mengibaskan kuncirnya, Penjahat #1 terlempar keluar jendela kaca. Secepat kilat Azrax mengambil bantal (dalam kamar kan ada kasur dan bantal to?). Sekali ayun jidat Penjahat #2 bonyok lalu ambruk seketika.

Azrax keluar kamar dan berjingkat bak penyusup profesional. Celingukan dia mencari posisi yang pas mengintip hiruk pikuk yang riuh rendah di bangunan bandar judi itu. Dia bersembunyi di balik dispenser jebol bergalon kosong hanya belasan langkah dari keramaian dalam gedung. Tak ada satupun penghuni gedung melihat keberadaannya! Sungguh luar biasa kesaktian Azrax ini, sanggup membuat siapapun tak bisa mendeteksinya.

Tersentak dia sebetulnya menjumpai kesibukan di dalam gedung. Dia sedang berada di bukan hanya markas judi bola nasional atau internasional, melainkan markas judi intergalaktik! Alien segala rupa ras berseliweran di situ, dari Alien, Predator, Klingon, Namec, Na’vi, E.T., Asari, hingga Wookie. Dan dia melihat orang yang sudah sangat dihapalnya, Ruhut Towi Sitompul! Kita langsung tahu Ruhut orang jahat. Pertama karena namanya saja sudah menyebalkan terlebih mukenye. Kedua, karena dia pakai penutup mata. Bukan hanya satu tapi tiga! Satu menutup mata kiri, satu lagi menutup mata kanan, yang terakhir membungkam mulutnya.

“Ruhut Towi, kukira dia sudah tamat riwayatnya.” Bisik Azrax.

“Belum...” sahut seorang tepat di tengkuknya.

Seonggok tangan keriput namun berlemak membekap mulut Azrax. Dengan sigap Azrax memelintir tangan uzur itu, namun itu baru awal dari pergumulan. Pertukaran tapak dan tinju terjadi antara Azrax dengan si pemilik tangan misterius. Pertarungan itu kelihatan keren, tapi lebih karena kameramennya menggoyang-goyangkan kamera kian kemari.

“Drap, Dhuk, Jdhek, Pam pam pam!!!” begitu bunyinya. Tidak diketahui dengan tegas pam pam pam itu bunyi apa ketemu apaan.

Azrax berhenti melancarkan serangan, begitu juga lawannya. Terpana dia mengetahui siapa lawannya. Dia adalah...Bang Haji Roma Irama! Saking terpesonanya dia terlena™ dan tak mampu berkata apa.

Dick Azrax, khamu shudhah sholat bheluuum?” Tanya Bang Haji Roma Irama penuh wibawa dengan logat khas bijaksananya saat tahu lawannya terpana.

“Aku...belum Maghriban, Bang Haji.” Jawab Azrax tunduk.

“Astaghfirullah, sungguh therlhalu™!” Bang Haji Roma geleng-geleng, “Mari kita sholat dulu.”

Mereka pun berwudhu dengan khidmat pakai air dari dispenser (yang tiba-tiba galonnya berisi air!). Dan mereka masih saja dicuekin oleh penghuni gedung. Musik syahdu yang biasa mewarnai suasana tobat pun beralun seiring Bang Haji Roma menggelar kertas koran bekas di selasar yang berdebu. Bang Haji mengimami sholat dengan penuh penghayatan diikuti oleh Azrax di sisinya. Gerakan mereka slowmo untuk suatu alasan dan warna ruangan jadi kuning jingga macam disinari lilin (meski tidak ada lilin), juga untuk suatu alasan.

Adegan berlangsung selama beberapa menit sebelum beralih pada rakaat terakhir.

“Asshyalhamualaikhum warahmathullaah...”

Bang Haji balik badan menghadap Azrax, dia memimpin zikir bersama memohon diberi kejayaan dalam pertarungan yang keduanya tahu takkan terelakkan sebentar lagi. Tapi tentu saja yang namanya Bang Haji tidak mampu melewatkan setiap momentum tanpa memberi wejangan mulia.

Dick Azrax,” Bang Haji membuka, “tahukah memphertyurutkan hawa nafsu itu dhekat dengan syaithouwn?”

Azrax mengangguk, rautnya penuh pemahaman akan tujuan hidup yang… entah apa.

“Thenangkan bijhimu Dick Azrax. Syesungguhnya manushia lebih mhulia dharipadah syaithouwn. Memphertyurutkan phanas hati syebenarnya khuranglah bijhak. Dhulu saya tidhak khurang gusarnya dikhala Rika diculik. Di khala itu saya berkeliling naik khuda hitam dengan ghitar di punggung berkelana™ mencari di mana Rika berada…. Aarhhh...siapa ini yang nulis naskah? Anak Paud ya?!” sergah Bang Haji Roma. “Kenapa kalau aku bicara mesti diselipi aksen “h”, menghina ya?!”

Mendengar tuduhan menyakitkan itu Azrax yang tadi tunduk tenang tiba-tiba meradang, “Dan kamu sudah merenggut penjiwaan karakterisasi yang di mana seharusnya saya perankan!”

“Aku di sini untuk meringkus Ruhut Towi Sitompul bukan untuk berdebat dengan kau Az!” Bang Haji bangkit.

“Dan apa yang kau pikir benar belum tentu tepat, sebab semua ini adalah merupakan manifestasi dunia kelam kriminalitas.” Azrax berdiri, alisnya menyatu di atap dahi.

“Apa yang kau bicarakan? Tenangkan bijhimu, Az!” Bang Haji Roma mengerutkan muka.

“Cukup, aku tak bisa membiarkanmu bicara lebih jauh!” Azrax mengambil kuda-kuda. Sementara Bang Haji Roma geleng-geleng beranjak hendak menunggangi kudanya yang dia parkir di luar. Untuk sesaat kau bisa melihat gurat wajah Bang Haji menyiratkan penyesalan mendalam atas keputusannya terlibat dalam film ini. Tapi Azrax buru-buru menghadangnya.

“Tunggu dulu, kita belum usai.” Tangan Azrax merentang menghalang. Suasana kembali memanas.

“Baiklah, jika itu maumu.” Jawab Bang Haji Roma.

Bang Haji Roma dan Azrax pun kembali bertukar pikiran...,eh tendangan maksudnya dan juga tamparan. Pertarungan yang sungguh seru berlangsung, terutama bagi kameramen yang lagi-lagi menggoncangkan kamera tiada terkira. Kadang-kadang si kameramen sengaja menubrukkan kameranya ke tembok atau malah lantai agar terlihat lebih seru. Tercatat total 15 kamera rusak berat. Belum lagi setiap kali tinju diterima Bang Haji setiap kali itu pula dia beristighfar, begitu pula bila Azrax menerima bogem setiap kali itu dia bertahmid, tanda bersyukur dia masih bisa merasakan rasa perih. Dan seterusnya hingga terjadi saling jawab.

Kali ini baru para makhluk intergalaktik berdatangan untuk melihat keributan macam mana pula yang terjadi. Dalam sekejap para makhluk intergalaktik sudah mengepung Azrax dan Bang Hadji Roma Irama yang sedang asyik bertukar hantaman.

ke BAGIAN 2

1 komentar: